HaluaNusantara.com
PANGKALPINANG – Intimidasi bagi jurnalis saat melakukan kegiatan jurnalistik kembali terjadi. Kali ini, Tiga orang jurnalis di Bangka Belitung mendapatkan intimidasi saat meliput peristiwa runtuhnya plafon di gedung Transmart Pangkalpinang.
Ketiga jurnalis tersebut, Eji Andino Dika (TVRI), Rama Nuasa (HeloBerita) dan Arya Ramandanu (Laspela). Peristiwa itu bermula saat ketiga jurnalis tersebut mendapatkan informasi adanya peristiwa plafon Transmart yang ambruk.
“Kami mendapat informasi ada plafon ambruk akibat jebolnya saluran air di transmart lantai atas. Kedua rekan saya Eji dan Rama sudah sampai duluan,”kata Arya saat ditemui wartawan, Senin (19/6/2023) sore di Mapolresta Pangkalpinang.
Dijelaskan Arya, kedua rekannya sudah masuk terlebih daluhu bersama dengan pihak Polsek Gerunggang. Kemudian Arya menyusul dan meminta izin untuk masuk ke satpam transmart tersebut.
“Saya datang telat. Kemudian saya minta izin ke satpam untuk meliput ke areal dalam atau lokasi ambruknya plafon, namun tidak di kasih. Saya disuruh menunggu di lobi,” jelasnya.
“Saya lihat keduanya mengambil gambar seperti biasa, lalu digiring keluar oleh satpam untuk keluar. Dengan nada tinggi, oknum satpam tersenut meminta untuk mengecek henphone Eji agar menunjukan hasil rekaman dan menghapus video,”tambahnya.
Di tempat yang sama, Ketua Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Pengda Babel, Joko Setyawanto memgatakan kejadian menghalangi kerja jurnalistik seperti ini seharusnya tidak terjadi lagi di tengah era digital ini. Apalagi dilakukan oleh perusahaan besar yang outletnya tersebat diseluruh Indonesia.
“Kok primitif sekali, segala sesuatu harus dengan kekerasan, intimidasi, atau persekusi. apa hanya karena ada aturan perusahaan terus bisa mengangkangi aturan negara?. Kerja jurnalistik ada koridornya, ada payung hukumnya berupa UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers,” kata Joko.
“Sebetulnya kami prihatin atas nasib pion-pion yang cuma menjalankan tugas ini, tapi apakah tidak pernah belajar dari banyak peristiwa serupa yang pernah terjadi. Harusnya kan bisa jadi pembelajaran, ada aturan yang lebih tinggi dari aturan perusahaan, yaitu aturan negara berupa konstitusi Undang-Undang.” timpalnya.
Ditambahkan Joko, pihaknya berharap agar kepolisian dapat menyelesaikan perkara ini agar tidak menjadi preseden buruk bagi kemerdekaan pers di tanah air. (Isk/red)