Tukang Lokal Kurang Diakomodir di Proyek Pemerintah, Ini Penyebabnya

redaksi
Img 20221103 Wa0024
Instruktur Jasa Konstruksi PUPR Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Edi Setiawan ( kaos biru ) di sela Pelatihan dan Sertifikasi Tenaga Terampil Konstruksi Tahun 2022, di Gedung ABC Kantor Dinas PUPR Bangka Barat, Kamis ( 3/11/2022 ).

HaluaNusantara.com

BANGKA BARAT — Pada proyek – proyek besar milik pemerintah daerah provinsi maupun kabupaten di Bangka Belitung, sering kali tenaga kerja konstruksi atau tukang yang digunakan pihak kontraktor berasal dari luar daerah.

Menurut Instruktur dari Jasa Konstruksi PUPR Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Edi Setiawan, sebenarnya tukang – tukang lokal secara pengalaman memang tidak kalah, namun mereka harus memahami metode pelaksanaan pekerjaan pada proyek pemerintah.

“Kenapa para tukang kita jarang di akomodir di pekerjaan – pekerjaan ke proyekan? karena memang dari sisi metode pelaksanaan pekerjaan yang tidak mampu mereka adaptasi di dunia keproyekan pemerintah,” kata Edi kepada HaluaNusantara.com, di sela Pelatihan dan Sertifikasi Tenaga Terampil Konstruksi Tahun 2022, di Gedung ABC Kantor Dinas PUPR Bangka Barat, Kamis ( 3/11/2022 ).

Hal itu menurut dia menyebabkan persentase tukang lokal yang terlibat dalam proyek pemerintah harus diakui sangat minim. Namun kata Edi dengan hadirnya tenaga konstruksi dari luar daerah, mereka bisa mentransfer informasi dan pengetahuan kepada tukang lokal.

Pihaknya pun terus berupaya memberikan pemahaman metode pelaksanaan pekerjaan kepada para tenaga konstruksi daerah agar bisa bersaing dengan para tukang dari luar.

Penyebab lainnya yang tidak kalah penting menurut Edi, terkadang para tukang lokal tidak bisa membaca gambar kerja. Padahal gambar kerja merupakan bagian dari metode pelaksanaan pekerjaan.

“Ya tukang tidak bisa baca gambar itu salah satunya di metode pelaksanaan pekerjaan. Ini kan menggambarkan tukang menguasai pekerjaan secara keseluruhan, mulai dari perencanaan konstruksinya mereka harus paham. Salah satunya gambar kerja, perhitungan RAB-nya sampai dengan mereka pada saat pelaksanaan,” terangnya.

Kata Edi selain itu mengorganisir sumber daya secara non teknis seperti peralatan kerja dan para helper juga harus dipahami.

Untuk gambar kerja pun dalam pelaksanaan pekerjaan tidak bisa berdiri sendiri, harus ada konsultan perencanaan yang memberikan arahan – arahan serta tim teknis keproyekan yang harus bersatu padu dengan eksekutor lapangan atau para tukang.

Tujuannya agar tidak ada lagi multitafsir terhadap gambar kerja yang bisa menimbulkan perdebatan.

“Jadi mereka tidak ada lagi multitafsir gambar kerja, jadi mereka tuntas. Tidak murni juga tukang kita tidak bisa baca gambar, hanya tafsir mereka lain, bisa saja,” imbuhnya.

“Jadi kita berharap dalam bekerja seperti ini kan mereka tuntas di pra construction meeting-nya. Jadi saat rapat – rapat pembahasan kontrak kerja itu meng-clearkan dokumen perencanaannya nanti harus konsisten dilaksanakan sesuai dengan apa yang direncanakan di lapangan, termasuk tukang,” sambung Edi.

Memang terkadang kata Edi pada saat meeting para tukang sangat terbatas dilibatkan. Padahal mereka perlu juga dihadirkan demi kelancaran pekerjaan pada saat pelaksanaannya di lapangan.

“Saya kira perlu mereka sekali – sekali diajak untuk bisa berunding dengan konsultan perencana dengan tim teknis keproyekan sehingga mereka pun bisa ikut selaras,” ujarnya. ( SK )

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: