HaluaNusantara.com
BANGKA BARAT — Tingginya harga pupuk membuat para petani berpikir keras ketika hendak mengucurkan modal di perkebunannya, demikian pula yang dialami Allani (54) Desa Penyampak Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat.
Harga pupuk KCL Rusia yang tembus ke angka Rp850.000 per karung membuat Allani tidak lagi memupuk tanaman sawit produksinya selama empat bulan terakhir. Mirisnya hal tersebut sangat mempengaruhi pertumbuhan buah. Menurut dia bila tidak dipupuk buah sawit menjadi kecil dan tidak berisi.
“Kalau nggak dipupuk dia tetap berbuah tapi tidak memuaskan. Ibaratnya berbuah tidak berisi jelek buahnya karena nggak dikasih makan, kecil buahnya,” jelas Allani via telepon, Rabu ( 5/10/2022 ).
Menurut dia, harga sawit dan pupuk yang tidak seimbang tentu saja membuat para petani kalah alias tidak kembali modal. Bahkan pendapatan mereka menurun sampai setengah dari biasanya.
Di tengah kondisi sulit seperti ini, Allani mengaku belum pernah mendapatkan bantuan pupuk dari Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Bangka Barat.
“Kalau bantuan dari Dinas Pertanian untuk saya, alhamdulillah lah nggak ada. Pupuk subsidi di tempat saya nggak ada lagi terkecuali untuk yang biasanya punya sawah. Kalau untuk sawit nggak ada lagi bantuan,” ucapnya.
“Tapi saya bersyukur nggak ada lagi bantuan karena kalau ada bantuan orang kaya pun minta bantuan juga. Jadi lebih baik mandiri macam ni lah,” tukas Allani.
Kabid Prasarana dan Sarana Pertanian
( PSP ) Dinas Pertanian dan Pangan Bangka Barat Khairanis mengakui, memang tidak ada lagi bantuan pupuk dari dinas kepada petani sawit, lada dan karet. Sekarang ini pihaknya sedang mengarahkan para petani tersebut untuk menggunakan pupuk organik.
“Untuk sementara ini bantuan nggak ada. Paling begini, kalau terkait pupuk nggak usah lagi kita pakai pupuk yang kimia, selama ini kan yang subsidi itu kimia, kita alihkan ke pupuk organik,” jelas Khairanis di ruang kerjanya, Rabu siang.
Penggunaan pupuk organik kata Khairanis telah dilakukan di Desa Sekar Biru, Kecamatan Parittiga. Para petani di sana sudah memiliki pupuk MA11 (Microbacther Alfaafa 11) hasil kerja sama dengan Bank Indonesia.
“Dari jadi dari jaman Pak Bupati yang dulu Pak Markus sudah ada kegiatan itu.
Kita buat sendiri pun bisa. Manfaatkanlah penyuluh – penyuluh yang ada di desa tersebut. Penyuluh – penyuluh kita sudah pintar – pintar kok,” ucap dia.
Menurut dia dari Kementerian Pertanian telah memberikan bantuan terkait pengalihan penggunaan pupuk kimia ke organik, antara lain dengan mengajukan kegiatan Unit Pengolah Pupuk Organik (UPPO).
“Kita juga dikasih bantuan lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR), jadi KUR itu banyak ada KUR pertanian, perkebunan, peternakan. Yang terakhir kita disarankan untuk memanfaatkan pupuk organik yang berasal dari alam. Jadi bukan harus bergantung dari kimia. Sejauh ini kan kita Urea NPK itu kan kimia semua,” katanya. ( SK )