Pedagang Keluhkan Kelangkaan Gas 3 Kilogram

redaksi
2b1479b6 7c84 40be B667 7e09b8c2310e
Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Bangka Barat, Aidi

HaluaNusantara.com

BANGKA BARAT — Gas subsidi 3 kilogram kembali sulit ditemukan di wilayah Kecamatan Muntok. Kelangkaan tersebut sangat dirasakan para pelaku UMKM yang kesehariannya menggunakan gas tersebut.

Menurut Echy ( 25 ), seorang ibu rumah tangga warga Kampung Daya Baru, Desa Belo Laut, Kecamatan Muntok, yang sehari – hari membuat kue dan keripik,  kelangkaan gas 3 kilogram sudah terjadi sejak sebelum Hari Raya Idul Adha.

” Sulit mendapatkan gas 3 kilo, sudah dari sebelum lebaran Idul Adha. Nggak jauh dari rumah kami itu ada pangkalan gas 3 kilo, tapi udah berapa kali ke sana nggak dapet, habis terus kata yang jual,” ujar Echy, Selasa ( 19/7/2022 ).

Padahal menurut Echy, dirinya kerap melihat ada mobil yang mengantar gas ke pangkalan tersebut, namun ketika warga ingin membeli, gasnya sudah habis. Seharusnya pangkalan gas lebih memprioritaskan warga sekitar.

Echy mengaku heran, kemana perginya gas 3 kilogram tersebut, padahal jumlah rumah di sekitar pangkalan tidak banyak. Demi mendapatkan gas, ia terpaksa meminjam tabung dari kerabatnya.

” Saya belinya ke agen yang lebih jauh dari rumah saya, tapi sebelum lebaran nggak kebagian lagi, jadi terpaksa minjem tabung gas 12 kilo milik saudara, karena mau masak dan jualan kan. Harganya jauh lebih mahal lah, tapi daripada nggak masak nggak jualan mau gimana lagi,” keluhnya.

Hal yang sama juga dikeluhkan Titi ( 40 ), seorang ibu rumah tangga warga Kampung Air Samak, Kelurahan Menjelang, Muntok. Menurut dia gas 3 kilogram sangat sulit ditemukan, kalaupun ketemu harganya sudah melambung tinggi.

” Sekarang gas susah bener ya, nyarinya ke mana – mana, kalok ketemu itu harganya 38 – 40 ribu,” ujar Titi.

Kepala Dinas Koperasi, UMKM dan Perindustrian Bangka Barat, Aidi mengatakan, sebenarnya gas 3 kilogram tidak boleh dijual di toko – toko kelontong, karena gas itu barang bersubsidi untuk warga tidak mampu, namun ia mengaku kesulitan melakukan kontrol pendistribusiannya.

” Pengontrolan sangat sulit bagi kita, dari sisi harga ini subsidi sudah ditentukan oleh pemerintah harganya, jadi distribusinya dari agen masuk ke pangkalan dan dari pangkalan didistribusikan ke konsumennya dan harga resmi sudah ditetapkan pemerintah kisaran Rp18.000,” jelas Aidi saat dikonfirmasi.

Aidi mengatakan, pangkalan tidak mungkin menjual gas diatas Harga Eceran Tertinggi ( HET ). Menurut dia, memang gas subsidi tidak akan pernah cukup bila penyalurannya tidak tepat sasaran.

” Itu semestinya cukup, jadi ini yang menjadi persoalan kita bagaimana kita mengatur kemampuan kita mengatur yang berhak mendapatkan ini yang benar – benar sesuai yang dipersyaratkan oleh pemerintah,” cetusnya.

Menurut dia ada beberapa pangkalan yang menerapkan pembeli harus menunjukkan KTP, namun ada juga pangkalan yang longgar. Pihaknya tidak bisa mengontrol hal itu sampai ke level terendah.

Dia mengimbau pangkalan betul – betul melakukan seleksi agar yang berhak mendapatkan gas memang kategori masyarakat tidak mampu.

” Itu langkah pertama kita, kemudian kedua betul – betul pangkalan ini menseleksi kembali, jangan sampai satu orang mendapatkan lebih dari satu tabung dalam satu periode,” tukasnya.

Aidi menambahkan, kuota untuk masing – masing kabupaten sudah ditetapkan. Namun ada pangkalan yang menyalurkan gas tidak tepat sasaran sehingga memicu kelangkaan.

” Kita kembali menghimbau yang bukan pangkalan yang menjual, kita telusuri dulu, bila yang menjual dengan sengaja dijual dengan orang yang punya toko itu akan kita berikan teguran,” tandas Aidi. ( SK )

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: