Soal Hilirisasi, Ridwan Berharap Dilakukan Bertahap

redaksi
E12e9606 22a5 4388 925c 5449b6c26a45

HaluaNusantara.com

PANGKALPINANG – Penjabat Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin, berpandangan bahwa sebaiknya penerapan larangan ekspor timah berbentuk ingot dilakukan secara bertahap. Namun ia menekankan bahwa, kuncinya adalah Presiden RI Joko Widodo. Karena sebagai ASN yang menjadi PJ Gubernur Babel sekaligus Dirjen Mineral dan Batubara, Ridwan mengatakan bahwa dirinya harus melaksanakan jika pemberlakuan larangan ekspor tersebut menjadi perintah Presiden.

Hal ini disampaikan Ridwan Djamaluddin saat berbincang dengan para pengurus PWI, AJI dan Pewarta Foto di Temu Kopi, Selasa (27/9/22) malam. Akan tetapi secara pribadi dirinya berpandangan selayaknya kebijakan hilirisasi yang dimulai dengan pelarangan ekspor ingot timah tersebut dilakukan bertahap.

“Soal hilirisasi, hingga saat ini kita masih terus melakukan kajiannya. Kita membentuk tim untuk hal ini. Spirit dari Minerba itu, untuk saat ini adalah nilai tambah atau add value. Itu juga yang kemudian kita berusaha untuk hilirisasi untuk komoditas tambang seperti Timah. Nikel bahkan sudah mulai duluan. Dan saat ini sudah mulai proses pembangunan smelternya. Tapi kalau saya ditanya soal kebijakan tersebut, jujur saja pandangan saya sebaiknya itu dilakukan secara bertahap. Akan tetapi kuncinya adalah Presiden. Kalau ternyata Presiden memutuskan stop, ya sebagai abdi negara, saya harus stop. Jadi kuncinya seperti apa keputusan Presiden nantinya,” jelas Ridwan Djamaluddin.

Terkait persiapan industri Timah sendiri, Ridwan pun mengakui bahwa tidak mudah untuk membangun infrastruktur pabrik. Selain itu butuh waktu hingga lebih kurang 2 tahun untuk kemudian bisa membangun industri hilir dari Timah ini. Belum lagi nilainya yang diperkirakan modal yang besar. Nilai itu sekitar 1 triliyun untuk membangun industri hilir Timah tersebut.

“Ya sebetulnya seperti yang saya ungkapkan bahwa kita membentuk tim dan terus melakukan kajian research soal rencana kebijakan ini. Termasuk soal reaksi dari para buyer kita di luar negeri. Jadi memang harus matang. Begitu juga soal kesiapan industri timah di Babel. Kita perhitungkan setidaknya butuh waktu 2 tahunan untuk membangun industri hilirnya. Tapi sekali lagi finalnya nanti ada di Presiden. Presiden kan juga membutuhkan pertimbangan pertimbangan,” tambah Ridwan

Sebelumnya pemberitaan mengenai hilirisasi ini mulai bergulir pada pertengahan 2022. Sebagai dampak dari kebijakan tersebut jika dilaksanakan, maka pemerintah akan menyetop ekspor balok timah atau ingot sebagai komoditas ekspor. Presiden Jokowi sendiri memang sudah menggelindingkan wacana untuk hilirisasi berbagai komoditas tambang sejak 2021 lalu.

Di tingkat daerah seperti di Babel, rencana tersebut langsung memantik reaksi di berbagai lini termasuk grassroot. Dalam petisi yang disampaikan kepada PJ Gubernur Babel dan Forkopimda pada RDP Senin (26/9/22) pagi di Kantor Gubernur, salah satu isu yang disebutkan dalam tuntutan adalah mengenai rencana penghentian ekspor balok Timah. (red)

Tinggalkan Balasan

%d blogger menyukai ini: