JAKARTA – Arogansi yang dilakukan oleh oknum staf Kejaksaan Tinggi Bangka Belitung mendapat kecaman dari Ketua Umum PWI. Dalam statemen nya melalui sambungam telepon, Atal S Depari mendesak Kajati Babel meminta maaf dan mencopot stafnya yang tidak berpihak pada kemerdekaan pers.
Disampaikannya melalui sambungan telepon pada Sabtu (30/7/22) pagi, Atal S Depari mengecam dan menyesalkan bahwa masih ada penegak hukum yang justru tidak mecerminkan sikap mendorong kemerdekaan pers. Atal S Depari mengatakan selayaknya penegak hukum memberikan contoh bahwa mendorong kemerdekaan pers tersebut sebagai implementasi UU No 40 tahun 1999. Ia menekankan akan berbahaya oknum-oknum seperti ini jika menjadi pejabat negara.
“Saya sangat mengecam dan menyesalkan terjadinya perbuatan yang bertentangan dengan UU No 40 tahun 1999. Ironisnya insiden yang menciderai kemerdekaan pers tersebut di lingkungan kantor penegak hukum, yaitu Kejaksaan Tinggi Babel, dan dilakukan oleh oknum sekelas Asisten Intelijen Kejati Babel dan stafnya. Bahkan sampai menantang berkelahi, itu sudah keterlaluan. Harusnya mereka memiliki pemahaman hukum jauh untuk melakukan itu. Saya kira jelas ini Kajatinya harus melakukan tindakan tegas, copot saja staf yang begitu. Dan harus ada permohonan maaf dari Kajati Babel. Saya sampaikan ini karena ini menimpa anggota saya. Dan selaku ketua Umum PWI saya harus bersikap,” tegasnya.
UU Ditambahkannya, bahwa PWI akan mendorong ini untuk menjadi perhatian Dewan Pers. Atal S Depari menilai peristiwa ini preseden buruk bagi kemajuan kemerdekaan pers di era keterbukaan informasi. Menurutnya lagi, di Kejaksaan Agung hubungan pers dengan korp Adhiyaksa justru sangat baik.
“Saya menunggu laporan dari PWI Babel, mengenai insiden ini untuk kemudian didorong ke Dewan Pers untuk diatensi. Karena salah satu tupoksi Dewan Pers adalah memastikan terbangunnya kemerdekaan pers. Perbuatan arogansi yang akan menghambat kemerdekaan pers harus benar-benar mendapat perhatian. Para tokoh pers kita dengan susu payah memperjuangkan sampai dengan kemerdekaan seperti saat ini, jangan sampai ini kemudian mundur kebelakang lagi. Seharusnya Kejati Babel mencontoh Kejaksaan Agung di mana hubungan antara pers dan institusi Kejaksaan terjalin dengan baik,” tandas Atal.
Sebelumnya Jumat (29/7/22) ratusan wartawan Bangka Belitung menggelar aksi di Kantor Kejati Babel. Ratusan wartawan tersebut menuntut Jhoni Pardede dan Bakti diproses hukum dan ditindak karena melanggar UU No 40 tahun 1999 tentang Pers. Aksi ini sendiri diinisiasi oleh 3 organisasi pers konstituen Dewan Pers, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Namun peserta aksi kemarin juga diramaikan oleh wartawan-wartawan dari berbagai organisasi pers lainnya.
“Kita menilai bahwa apa yang dilakukan oleh Bakti dan Asintel Kejati Babel itu sudah di luar batas. Masa wartawan dihalang-halangi kegiatan jurnalisme wartawan. Apalagi sampai ngajak duel ado otot. Jelas itu terindikasi melanggar UU Pers No 40 tahun 1999. Semestinya sebagai penegak hukum mereka sadar betul bahwa Pers harus diberikan kebebasan dalam melaksanakannya tugasnya karena amanat undang-undang pers. Ini malah mereka yang melanggarnya. Jadi harus diproses itu. Harus ditindak tegas,” oceh Ketua PWI M. Fathurrakhman kepada wartawan usai aksi di depan gerbang Kejati Babel, Jumat kemarin.
Sebelumnya ramai diberitakan, insiden antara wartawan Bangka Pos Antoni Ramli dengan oknum staf Kejati Babel bernama Bakti. Insiden tersebut bermula saat Antoni Ramli mengambil foto peresmian penggunaan Masjid Mizan Adhiyaksa oleh Jaksa Agung ST. Burhanuddin. Antoni yang berjarak sekitar 20 meter dari Jaksa Agung tersebut mendadak didatangi oleh Bakti yang melarangnya untuk meliput. Tak hanya itu Bakti sempat menantang Antoni untuk berduel di luar tanpa membawa institusi. Tak hanya Bakti, Jhoni Pardede selaku Asisten Intelijen ikut menghampiri dan ikut melarang Antoni Ramli untuk memotret.
Ironisnya Antoni Ramli sendiri datang atas undangan yang dari pihak Kasi Penkum Kejati, Basuki Raharjo. Bahkan beberapa wartawan yang hadir dan tertahan di luar pagar mendapat undangan langsung dari Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana.(ruuds)