HaluaNusantara.com
BANGKA BARAT — Taman Hutan Raya ( Tahura) Bukit Menumbing di Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat hingga saat ini masih belum aman dari aksi penambangan liar serta illegal logging.
Banjir yang kerap terjadi di Muntok disinyalir disebabkan adanya aksi penambangan ilegal di kawasan ikon wisata sejarah Bumi Sejiran Setason tersebut.
Mengomentari hal tersebut, Pj. Gubernur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, Ridwan Djamaluddin mengatakan akan menyikat para perusak Tahura Bukit Menumbing.
” Nanti kita sikat. Nanti kita selesaikan Menumbing nggak boleh ada yang ikut – ikut,” ujar Ridwan kepada wartawan sambil berjalan menuju ke mobil dinasnya, usai menghadiri Pembukaan pameran foto perjalanan sejarah pengasingan Bung Karno dan Bung Hatta di Pulau Bangka, di Museum Timah Indonesia di Muntok, Selasa ( 26/7/2022 ) pagi.
Sebelumnya AKBP Agus Siswanto saat masih menjabat Kapolres Bangka Barat juga pernah melontarkan pernyataan senada. Bahkan Agus mengatakan akan menindak tegas para penambang yang merusak Tahura Menumbing.
Hal itu ia ungkapkan saat acara Gerakan Penanaman Pohon Dalam Rangka Rehabilitasi Lahan Pasca Tambang Tahap II, di Bukit Menumbing, Kecamatan Muntok, Jum’at ( 24/6 ) lalu.
Menurut Agus, hutan dan lahan di Bukit Menumbing harus dijaga kelestariannya.
Apabila ada tindakan pengrusakan, maka pihaknya siap memberikan tindakan hukum terhadap siapa saja yang merusak keasrian hutan tersebut.
Agus mengatakan, hal itu sudah menjadi kesepakatan Forkopimda dan Pemkab Bangka Barat untuk mengambil langkah penindakan tegas terhadap penambang liar yang ingin merusak Tahura Menumbing.
” Kami tidak akan memberikan imbauan dan dalam bentuk pencegahan lagi terhadap pengrusakan hutan. Dan juga kami juga akan menindak tegas penambang yang konflik dengan masyarakat sesuai dengan atensi Kapolda. Kami akan sikat, kami akan selesaikan nantinya,” tegas Agus.
Sayangnya hingga saat ini pengrusakan Tahura Menumbing masih saja terjadi. Hal itu diakui Kepala Dinas Lingkungan Hidup Daerah Bangka Barat, Ridwan.
Menurut Ridwan, pengrusakan hutan akibat penambangan ilegal dan illegal logging bahkan telah terjadi sebelum Menumbing ditetapkan sebagai Taman Hutan Raya oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tahun 2016.
Ridwan mengatakan, dari lahan Tahura Menumbing seluas kurang lebih 3.333, 20 hektare itu, kini sekitar 800 hektare-nya telah menjadi lahan kritis akibat digerogoti penambangan liar serta ilegal logging.
” Penyebabnya ilegal – ilegal dari dulu, cuma perlu diketahui kerusakan itu telah dari dahulu dari sejak Tahura pun kerusakan sudah mulai. Jadi jangan kesannya tahun 2016 kerusakan, artinya bekas – bekas tambang ilegal ini sudah dari dahulu,” tukas Ridwan, Senin ( 11/7 ) silam.
Bahkan kata Ridwan sebelum tahun 2016 pun kerusakan telah terjadi, namun spot atau titik – titiknya tidak dalam satu hamparan. Bila diakumulasikan, menurut dia kerusakan terjadi di enam blok pada lahan seluas 900 hektare, dan itu sudah menjadi lahan kritis.
” Kalau memang kita total kan dari jumlah bloking yang ada enam bloking, ia menyebar di enam bloking, jadi sekitar kurang lebih 900 hektar itu kritis, penyebab kritis ilegal – ilegal, ada yang ilegal mining ada yang ilegal logging. Jadi kerusakan itu sudah dari dulu, sebelum tahun 2016 kerusakan itu sudah dimulai bertahap,” cetus Ridwan.
Sekarang ini pun kata Ridwan penambangan ilegal di Tahura masih terjadi, terutama di area kaki Menumbing. Namun menurutnya kegiatan tersebut tidak separah sebelumnya.
Dikatakan Ridwan, untuk mencegah serta mengatasi aktivitas ilegal tersebut pihaknya dari dulu sudah memiliki tim yang terdiri dari Sat Pol PP serta Aparat Penegak Hukum ( APH ) yang selalu berkoordinasi dan turun ke lapangan. Namun para pelaku penambangan lebih pintar dengan beraksi secara kucing – kucingan untuk mengelabui petugas. ( SK )